Jumat, 05 Agustus 2016

Al-Walahan : Setan Spesialis Wudhu

Bisa kita bayangkan, bagaimana canggihnya seorang pencuri kendaraan bermotor jika setiap hari yang dipelajari dan dikerjakan adalah mencuri motor. Ada juga pencuri spesialis elektronik, dia paling ahli soal bagaimana menggondol barang elektronik di rumah orang yang sedang lengah. Ternyata, iblis juga memiliki bala tentara yang dibekali ketrampilan khusus dan ditugasi pekerjaan yang khusus pula. Iblis menggoda manusia di setiap lini, dan di setiap lini dia siapkan setan-setan “spesialis” yang pakar dalam bidangnya.

Dalam hal wudhu misalnya, ada jenis setan khusus yang beraksi di wilayah ini. Pekerjaannya fokus untuk menggoda orang-orang yang wudhu sehingga menjadi kacau wudhunya. Setan spesialis wudhu ini disebut Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan “Al-Walahan”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
"Pada wudhu itu ada setan yang menggoda, disebut dengan Al-Walahan, maka hati-hatilah terhadapnya". (HR. Ahmad)

Setan ini menggoda tidak hanya mengandalkan satu jurus saja untuk memperdayai mangsanya. Untuk masing-masing karakter pelaku wudhu, disiapkan satu jurus untuk melumpuhkannya.

Waspadai Setiap Jurusnya

Sebagian dipermainkan setan hingga sibuk mengulang-ulang lafazh niat. Saking sibuknya mengulang, ada yang rela ketinggalan rakaat untuk meng”eja” niat. Niat memang harus dilazimi bagi setiap hamba yang hendak melakukan suatu kativitas. Akan tetapi, tak ada secuil keteranganpun dari Nabi yang shahih menunjukkan sunahnya melafazkan niat. Bahkan tidak ada dalil sekalipun berupa hadits dha‟if, mursal, atau yang terdapat di musnad maupun perbuatan sahabat yang menunjukkan keharusan atau sunahnya melafazkan niat.

Dalil yang biasa dipakai adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : "segala sesuatu tergantung niatnya". Hadits ini tidak menunjukkan sedikitpun akan perintah melafazkan niat. Jika hadits ini dimaknai sebagai niat yang dilafazkan, berarti untuk setiap amal shalih baik menolong orang tenggelam, belajar, bekerja dan aktivitas lain menuntut dilafazhkan niat. Apakah orang yang melafazhkan niat ketika wudhu juga melafazkan niat ketika melakukan aktiv itas amal yang lain? Kalau saja itu baik, tentunya Nabi dan para sahabat melakukannya.

Sebagian lagi digoda setan sehingga asal-asalan ketika melakukan wudhu. Dia membiarkan anggota tubuh yang mestinya wajib dibasuh, tidak terkena oleh air. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan akan hal ini dengan sabdanya :

"Celakalah tumit dari neraka". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Untuk menangkal godaan ini, wajib bagi kita mengetahui, manakah anggota tubuh yang wajib dibasuh atau diusap. ALLOH Subhaanahu wata’ala telah menjelaskan dalam firman-Nya :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan mata kaki ..." (QS. al-Maidah : 6)

Syaikh Utsaimin menyebutkan bahwa “istinsyaq” (memasukkan air ke hidung) kemudian “istinsyar“ (mengeluarkannya) hukumnya wajib karena hidung termasuk bagian dari wajah yang dituntut untuk dibasuh.

Telinga juga wajib untuk diusap karena termasuk bagian dari kepala sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : al-udz un minar ra’si, telinga adalah bagian dari kepala.

Boros Menggunakan Air

Asal-asalan berwudhu adalah jurus setan yang diarahkan bagi orang yang malas. Sedangkan untuk orang
yang antusias dan bersemangat, “al-walahan” memiliki jurus yang lain. Yakni dia menggoda agar orang yang wudhu terlampau boros menggunakan air. Timbullah asumsi bagi orang yang berwudhu, semakin banyak air, maka semakin sempurna pula wudhunya. Padahal anggapan ini bertentangan dengan sunnatul huda. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan umatnya akan hal itu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

"Sesungguhnya akan ada di antara umat ini yang melampaui batas dalam bersuci dan berdoa". (HR. Abu
Dawud, Ahmad, dan An-Nasa’i, sanadnya kuat dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Ada pula hadits menyebutkan, tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melewati Sa’ad yang tengah berwudhu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Janganlah boros dalam menggunakan air “. Sa’ad berkata: "Apakah ada istilah pemborosan dalam hal air ?". Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : "Ya, meskipun engkau (berwudhu) di sungai yang mengalir". (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Ibnul Qayyim menyebutkan hadits ini dalam Zaadul Ma’ad, begitu pula Ibnul Jauz i dalam kita bnya "Talbis Iblis", hanya saja Syaikh Al-Albani menyatakan ini sebagai hadits dha”if, begitu pula dengan Al-Bushiri dalam Al-Zawa’id.

Yang baik adalah kita tidak boros dalam menggunakan air, termasuk ketika berwudhu. Namun bukan berarti boleh meninggalkan sebagian anggota yang wajib untuk dibasuh.

Ragu-Ragu Ketika Berwudhu

Jurus lain yang ditujukan bagi orang yang kelewat semangat dalam hal wudhu adalah, setan menanamkan keraguan kepada orang yang berwudhu. Ketika orang itu selesai wudhu, dibisikkan di hatinya keraguan
akan keabsahan (kesahan) wudhunya. Agar orang itu mengulangi wudhunya kembali dan hilanglah banyak keutamaan seperti takbiratul uula maupun shalat jama’ah secara umum.

Telah datang kepada Ibnu Uqail seseorang yang terkena jurus setan ini. Dia menceritakan bahwa dirinya telah berwudhu, kemudian dia ulangi wudhunya karena ragu, bahkan dia menceburkan diri ke sungai, setelah keluar darinya diapun masih ragu akan wudhunya. Dia bertanya : "Dalam keadaan (masih ragu) seperti itu apakah saya boleh shalat?" Ibnu Uqail menjawab: "Bahkan kamu tidak lagi wajib shalat."

Ya, tak ada orang yang melakukan seperti itu kecuali orang yang hilang ingatan, sedangkan orang yang hilang ingatan tidak terkena kewajiban. Wallahu a’lam (Majalah Ar risalah)

Senin, 18 Juli 2016

Mangkuk yang Cantik, Madu dan Sehelai Rambut

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan sahabat-sahabatnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman Radhiyallahu’anhum bertamu ke rumah ‘Ali Radhiyallahu’anhu. Di rumah ‘Ali Radhiyallahu’anhu istrinya Sayyidatina Fathimah Radhiyallahu’anha putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang  cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).
 
Abu Bakar Radhiyallahu’anhu berkata, "Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. orang yang beriman itu lebih manis dari madu. Dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".
 
Umar Radhiyallahu’anhu berkata, "Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Seorang raja itu lebih manis dari madu. Dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai   rambut".
 
Utsman Radhiyallahu’anhu berkata, "Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu. Dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
 
'Ali Radhiyallahu’anhu berkata, "Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu tamu itu lebih manis dari madu. Dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
 
Fatimah Radhiyallahu’anha berkata, "Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Wanita yang berpurdah (berhijab/bercadar) itu lebih manis dari madu. Dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali mahromnya lebih sulit dari meniti sehelai   rambut".
 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, "Seorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu. Dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
 
Malaikat Jibril ‘Alahis sallam berkata, "Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu. Dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
 
Allah Subhaanahu wata’ala berfirman, "Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu. Dan jalan menuju surga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Minggu, 17 Juli 2016

Pahala Sebanyak Bintang Di Langit

Suatu malam Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan istrinya Sayidatina Aisyah Radhiyallahu’anha berdiri di depan rumahnya sambil memandang keindahan langit ciptaan ALLOH Subhaanahu wata'ala.
 
Sayidatina Aisyah Radhiyallahu’anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, "Ya Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wasallam), pahala siapakah sebanyak bintang-bintang di langit itu?".
 
Di dalam hatinya Sayidatina Aisyah Radhiyallahu’anha menebak pahala sebanyak ini pasti pahala bapaknya.
 
"Pahala sebanyak ini adalah pahala sahabatku Umar (Radhiyallahu’anhu)", jawab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
 
Sayidatina Aisyah Radhiyallahu’anha terkejut, lalu ia bertanya, "ya Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wasallam) bagaimana dengan bapakku?".
 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum kepada istrinya sambil beliau Shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "ketahuilah istriku, satu hari penghijrahan Abu Bakar (Radhiyallahu’anhu) bersamaku pahalanya lebih banyak dari pahala Umar (Radhiyallahu’anhu) dan keluarganya sampai hari kiamat".

Jumat, 15 Juli 2016

Jibril AS, Kerbau, Kelelawar, Dan Cacing

Suatu hari Allah SWT memerintahkan malaikat Jibri AS untuk pergi menemui salah satu makhluk-Nya yaitu kerbau dan menanyakan pada si kerbau apakah dia senang telah diciptakan Allah SWT sebagai seekor kerbau. Malaikat Jibril AS segera pergi menemui si Kerbau.

Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril AS mendatanginya kemudian mulai bertanya kepada si kerbau, "hai kerbau apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kerbau". Si kerbau menjawab, "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya sebagai seekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri". Mendengar jawaban itu Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor kelelawar.

Malaikat Jibril AS mendatanginya seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergantungan di dalam sebuah goa. Kemudian mulai bertanya kepada si kelelawar, "hai kelelawar apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kelelawar". "Masya Allah, alhamdulillaah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya", jawab si kelelawar. Mendengar jawaban itu pun Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah.

Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, "Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing". Si cacing menjawab, " Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari pada dijadikaan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka mati mereka akan disiksa selama-lamanya".

Kurma Madinah

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabatnya untuk segera berangkat ke Tabuk menghadapi kaum kafir, mereka semua bersegera menyambutnya. Hanya beberapa orang  sahabat yang tidak mengikuti peperangan tersebut, selain orang tua, para wanita dan anak-anak serta orang-orang munafik. Panen kurma hampir tiba dan masa itu musim panas yang terik sedang melanda, sementara perbekalan dan persenjataan yang dimiliki sangat minim, akan  tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya Radhiyallahu’anhum tetap berangkat. Diwaktu itulah keimanan dan pengorbanan para sahabat diuji. Orang-orang munafik mulai menyebarkan desas-desus dan menghasut para sahabat Radhiyallahu’anhum agar tidak meninggalkan kebun kurma mereka dan tidak menyertai peperangan tersebut. Hasutan para munafiqin itu tidak hanya kepada para sahabat Radhiyallahu’anhum tetapi istri para sahabat Radhiyallahu’anhuma pun tidak luput dari hasutan mereka. Mereka para munafiqin itu berkata, "suami-suami kalian pergi ke Tabuk sementara kurma di kebun-kebun kalian sebentar lagi ranum, siapakah yang akan mengurusnya. Mereka meninggalkan kesempatan yang bagus ini dan pergi meninggalkannya begitu saja". Istri-istri para sahabat itu menjawab dengan keimanan mereka, "pencari rezeki telah pergi dan pemberi rezeki telah datang". Pada masa itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat Radhiyallahu’anhum dengan pertolongan Allah Subhaanahu wata’ala kembali dari peperangan dalam waktu yang sangat singkat. Allah Subhaanahu wata’ala menjaga kebun-kebun kurma dan keluarga mereka. Tidak satupun buah kurma yang telah masak itu jatuh dari tangkainya, panen mereka berlipat ganda hasilnya dan walaupun demikian harga kurma    Madinah saat itu mencapai harga tertinggi sehingga para sahabat Radhiyallahu’anhum tidak mendapatkan kerugian sedikit pun. Sampai saat ini kurma Madinah adalah yang paling digemari dan terkenal di mana-mana.

Senin, 08 Februari 2016

Rasulullah S.A.W dan Uang 8 Dirham

Suatu hari Rasulullah SAW bermaksud belanja. Dengan bekal uang 8 dirham, beliau hendak membeli pakaian dan peralatan rumah tangga. Belum juga sampai di pasar, beliau mendapati seorang wanita yang sedang menangis. Beliau sempatkan bertanya kenapa menangis. Apakah sedang ditimpa musibah ? Perempuan itu menyampaikan bahwa ia adalah seorang budak yang sedang kehilangan uang sebesar 2 dirham. Ia menangis sangat takut didera (dipukul sebagai hukuman) oleh majikannya. Dua dirham dikeluarkan dari saku Rasulullah untuk menghibur perempuan malang tersebut. Kini tinggal 6 dirham. Beliau bergegas membeli gamis, pakaian kesukaanya. Akan tetapi baru beberapa langkah dari pasar, seorang tua lagi miskin setengah teriak berkata, "Barang siapa yang memberiku pakaian, Allah SWT. akan mendandaninya kelak". Rasulullah SAW memeriksa laki-laki tersebut. Pakaiannya lusuh, tak pantas lagi dipakai. Gamis yang baru dibelinya dilepas dan diberikan dengan sukarela kepadanya. Beliau tak jadi memakai baju baru.

Dengan langkah ringan beliau hendak segera pulang. Akan tetapi lagi-lagi beliau harus bersabar. Kali ini beliau menjumpai perempuan yang diberi dua dirham tersebut mengadukan persoalan, bahwa ia takut pulang. Ia khawatir akan dihukum oleh majikannya karena terlambat. Sebagai budak saat itu nilainya tidak lebih dari seekor binatang. Hukuman fisik sudah sangat lazim diterima. Rasulullah SAW diutus di dunia untuk mengadakan pembelaan terhadap rakyat jelata. Dengan senang hati beliau antarkan perempuan tersebut ke rumah majikannya. Sesampainya di rumah, beliau ucapkan salam. Sekali, dua kali belum ada jawaban. Baru salam yang ketiga dijawab oleh penghuni rumah. Nampaknya semua penghuni rumah tersebut adalah perempuan. Ketika ditanya kenapa salam beliau tidak dijawab, pemilik rumah itu mengatakan sengaja melakukannya dengan maksud didoakan Rasulullah SAW dengan salam tiga kali. Selanjutnya Rasulullah SAW menyampaikan maksud kedatangannya. Beliau mengantar perempuan yang menjadi budak tersebut karena takut mendapat hukuman. Rasulullah SAW kemudian menyampaikan, "Jika perempuan budak ini salah dan perlu dihukum, biarlah aku yang menerima hukumannya". Mendengar ucapan Rasulullah SAW ini penghuni rumah terkesima. Mereka merasa mendapat pelajaran yang sangat berharga dari baginda Rasulullah SAW. Karena secara refleks mereka menyampaikan, "Budak belian ini merdeka karena Allah SWT". Betapa bahagianya Rasulullah SAW mendengar pernyataan itu. Beliau sangat bersyukur dengan uang 8 dirham mendapat keuntungan ribuan dirham, yakni harga budak itu sendiri. Beliau berkata, "Tiadalah aku melihat delapan dirham demikian besar berkatnya dari pada delapan dirham yang ini. Allah SWT. telah  memberi ketenteraman bagi orang yang ketakutan, memberi pakaian orang yang telanjang, dan membebaskan seorang budak belian".

Akhirnya, rahmat dan kasih sayang, bantuan dan pertolongan kepada masyarakat bawah akan mendatangkan kesejahteraan dan kemajuan. Allah SWT. berfirman dalam sebuah hadits Qudsyi. "Bahwasanya Allah SWT. menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya".

Jumat, 05 Februari 2016

Kisah Wali Allah Yang Solat Di Atas Air

Sebuah kapal yang sarat dengan muatan dan bersama 200 orang temasuk ahli perniagaan berlepas dari sebuah pelabuhan di Mesir. Apabila kapal itu berada di tengah lautan maka datanglah ribut petir dengan ombak yang kuat membuat kapal itu terombang-ambing dan hampir tenggelam. Berbagai usaha dibuat untuk mengelakkan kapal itu dipukul ombak ribut, namun semua usaha mereka sia-sia saja. Kesemua orang yang berada di atas kapal itu sangat cemas dan menunggu apa yang akan terjadi pada kapal dan diri mereka.

Ketika semua orang berada dalam keadaan cemas, terdapat seorang lelaki yang sedikitpun tidak merasa cemas. Dia kelihatan tenang sambil berzikir kepada Allah S.W.T. Kemudian lelaki itu turun dari kapal yang sedang terunbang-ambing dan berjalanlah dia di atas air dan mengerjakan solat di atas air.

Beberapa orang peniaga yang bersama-sama dia dalam kapal itu melihat lelaki yang berjalan di atas air dan dia berkata, "Wahai wali Allah, tolonglah kami. Janganlah tinggalkan kami!" Lelaki itu tidak memandang ke arah orang yang memanggilnya. Para peniaga itu memanggil lagi, "Wahai wali Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami !".

Kemudian lelaki itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya dengan berkata, "Apa hal?" Seolah-olah lelaki itu tidak mengetahui apa-apa. Peniaga itu berkata, "Wahai wali Allah, tidakkah kamu hendak mengambil berat tentang kapal yang hampir tenggelam ini ?".

Wali itu berkata, "Dekatkan dirimu kepada Allah".

Para penumpang itu berkata, "Apa yang mesti kami buat ?".

Wali Allah itu berkata, "Tinggalkan semua hartamu, jiwamu akan selamat".

Kesemua mereka sanggup meninggalkan harta mereka. Asalkan jiwa mereka selamat. Kemudian mereka berkata, "Wahai wali Allah, kami akan membuang semua harta kami asalkan jiwa kami semua selamat".

Wali Allah itu berkata lagi, "Turunlah kamu semua ke atas air dengan membaca Bismillah".

Dengan membaca Bismillah, maka turunlah seorang demi seorang ke atas air dan berjalan meng hampiri wali Allah yang sedang duduk di atas air sambil berzikir. Tidak berapa lama kemudian, kapal yang mengandungi muatan beratus ribu ringgit itu pun tenggelam ke dasar laut.

Habislah kesemua barang-barang perniagaan yang mahal-mahal terbenam ke laut. Para penumpang tidak tahu apa yang hendak dibuat, mereka berdiri di atas air sambil melihat kapal yang tenggelam itu.

Salah seorang daripada peniaga itu berkata lagi, "Siapakah kamu wahai wali Allah?" Wali Allah itu berkata, "Saya ialah Awais Al-Qarni".

Peniaga itu berkata lagi, "Wahai wali Allah, sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat harta fakir-miskin Madinah yang dihantar oleh seorang jutawan Mesir".

Wali Allah berkata, "Sekiranya Allah kembalikan semua harta kamu, adakah kamu betul-betul akan membahagikannya kepada orang-orang miskin di Madinah ?".

Peniaga itu berkata, "Betul, saya tidak akan menipu, ya wali Allah".

Setelah wali itu mendengar pengakuan dari peniaga itu, maka dia pun mengerjakan solat dua rakaat di atas air, kemudian dia memohon kepada Allah S.W.T. agar kapal itu ditimbulkan semula bersama-sama hartanya.

Tidak berapa lama kemudian, kapal itu timbul sedikit demi sedikit sehingga terapung di atas air. Kesemua barang perniagaan dan lain-lain tetap seperti asal. Tiada yang kurang.

Setelah itu dinaikkan kesemua penumpang ke atas kapal itu dan meneruskan pelayaran ke tempat yang dituju. Apabila sampai di Madinah, peniaga yang berjanji dengan wali Allah itu terus menunaikan janjinya dengan membagi-bagikan harta kepada semua fakir miskin di Madinah sehingga tiada seorang pun yang tertinggal. Wallahu a'alam.

Kamis, 04 Februari 2016

Makanan Dari Hasil Tilik

Abu Bakar mempunyai seorang hamba yang menyerahkan sebahagian daripada pendapatan hariannya kepadanya sebagai tuan. Pada suatu hari hambanya telah membawa makanan yang dimakannya sedikit oleh Abu Bakar. Hambanya berkata, "Kamu selalu bertanya tentang sumber makanan yang aku bawa, tetapi hari ini kamu tidak berbuat demikian ?".

Abu Bakar menjawab, "Aku terlalu lapar sehingga aku lupa bertanya. Terangkanlah kepada aku  di mana kamu mendapat makanan ini  ?".

Hamba menjawab, "Sebelum aku memeluk Islam, aku menjadi tukang tilik. Orang-orang yang aku tilik nasibnya kadang-kadang tidak boleh membayar uang kepadaku. Mereka berjanji membayarnya apabila saja memperolehi. Aku berjumpa dengan mereka hari ini. Merekalah yang memberikan aku makanan ini".

Mendengar kata-kata hambanya, Abu Bakar memekik, "Ah! Nyaris-nyaris kau bunuh aku". Kemudian dia cuba mengeluarkan makanan yang telah ditelannya. Ada orang yang mencadangkan supaya dia mengisi perutnya dengan air dan kemudian memuntahkan makanan yang ditelannya tadi. Cadangan ini diterima dan dilaksanakannya sehingga makanan itu dimuntahkan keluar.

Kata seorang pemerhati, "Semoga Allah mencucuri rahmat ke atasmu. Kamu telah bersusah- payah kerana makanan yang sedikit".

"Aku sudah pasti memaksanya keluar walaupun dengan berbuat demikian aku mungkin kehilangan jiwaku sendiri. Aku mendengar Nabi berkata, "Badan yang tumbuh subur dengan makanan haram akan merasai api neraka. Oleh kerana itulah maka aku memaksa makanan itu keluar takut kalau-kalau ia menyuburkan badanku".

Pahala Membantu Tetangga Dan Anak Yatim

Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, "Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini ?".

Jawab yang lain, "Enam ratus ribu".

Lalu ia bertanya lagi, "Berapa banyak yang diterima  ?".

Jawabnya, "Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya  Muwaffaq".

Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya. Dan ketika diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya.

Jawab orang itu, "Muwaffaq".

Lalu abdullah bin Mubarak bertanya padanya, "Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai darjat yang sedemikian  itu ?".

Jawab Muwaffaq, "Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat uang tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalau aku berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu.

Jawab jiranku, "Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah   aku dengan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang  untuk masak, maka makanan ini halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu".

Ketika aku mendegar jawapan itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil uang tiga ratus dirham dan keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan uang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu.

"Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku." Kata Muwaffaq lagi.

Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahwa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim.

Rasulullah ada ditanya, "Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga".

Jawab Rasulullah, "Jadilah kamu orang yang  baik".

Orang itu bertanya lagi, "Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahwa aku telah berbuat baik ?".

Jawab Rasulullah, "Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat".

Kisah Si Pemalas Dengan Abu Hanifah

Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah longlai. Oh, manakah hati yang belas ikhsan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik".

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah berasa kasihan lalu beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Sebaik saja dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Dalam pada itu, si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi uang dan secebis kertas yang bertulis, "Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cubalah bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus".

Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kelmarin,sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai untung nasibku".

Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secebis kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang sebaik saja mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada cebisan kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridho Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Hendak senang mesti suka pada bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu.

Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berjaya".

Sebaik saja dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sedar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha.

Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu.

Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.

Kisah Pendeta Yang Insaf

Ibrahim al-Khawas ialah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Tuhan. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang pernah dialaminya. Katanya, "Menurut kebiasaanku, aku keluar menziarahi Mekah tanpa kenderaan dan kafilah. Pada suatu kali, tiba-tiba aku tersesat jalan dan kemudian aku berhadapan dengan seorang rahib Nasrani (Pendita Kristian)".

Bila dia melihat aku dia pun berkata, "Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu ?".

Ibrahim segera menjawab, "Ya, tidaklah aku akan menghalangi kehendakmu itu".

Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tanpa meminta makanan sehinggalah rahib itu menyatakan rasa laparnya kepadaku, katanya, "Tiadalah ingin aku memberitakan kepadamu bahwa aku telah menderita kelaparan. Kerana itu berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu".

Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun bermohon kepada Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau memalukan aku di hadapan seteru engkau ini".

Belum pun habis Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah setalam hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minuman, daging masak dan tamar. Maka mereka pun makan dan minum bersama dengan seronok sekali.

"Sesudah itu aku pun meneruskan perjalananku. Sesudah tiga hari tiada makanan dan minuman, maka di kala pagi, aku pun berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, berikanlah ke mari sesuatu makanan yang ada kamu. Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun setalam hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu."

Sambung Ibrahim lagi, "Tatkala aku melihat yang demikian, maka aku pun berkata kepada rahib itu. Demi kemuliaan dan ketinggian Allah, tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku".

Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka jatuhlah telekan makrifah (pengenalan) engkau kepadaku, lalu aku memeluk agama engkau. Sesungguhnya aku telah membuang-buang masa di dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kemuliaan engkau, tiadalah dia memalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah syahadah)".

"Maka sucitalah aku setelah mendengar jawapan rahib itu. Kemudian aku pun meneruskan perjalanan sehingga sampai ke Mekah yang mulia. Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tiada kelihatan olehku, lalu aku mencarinya di masjidil haram, tiba-tiba aku mendapati dia sedang bersembahyang di sisi Kaabah".

Setelah selesai rahib itu bersembahyang maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya telah hampir perjumpaanku dengan Allah, maka peliharalah kamu akan persahabatan dan persausaraanku denganmu”.

Sebaik saja dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafasnya yang terakhir iaitu pulang ke rahmatullah. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku berasa amat dukacita di atas pemergiannya itu. Aku segera menguruskan hal-hal pemandian, kapan dan pengebumiannya. Apabila malam aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu cantik sekali tubuhnya dihiasi dengan pakaian sutera yang indah".

Melihatkan itu, Ibrahim pun terus bertanya, "Bukankah engkau ini sahabat aku kelmarin, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau ?”

Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampunkan-Nya semua itu kerana aku bersangka baik (zanku) kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan berhampiran dengan engkau di akhirat".

Begitulah persahabatan di antara dua orang yang berpengetahuan dan beragama itu akan memperolehi hasil yang baik dan memuaskan. Walaupun salah seorang dahulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan kebaktian kepada Allah, maka dia ditarik kepada Islam dan mengalami ajaran-ajarannya".